amulyadik

merangkum sebelum lupa


MATA LEBAH, FILOSOFI TERAS HINGGA LIRIK LAGU

Tahukah anda apa perbedaan ‘Mata Lebah dan Mata Lalat’ ? Demikian cuplikan salah satu video yang direkam melalui dawai dan muncul di beranda media sosialku. Pertanyaan ini dilontarkan  Ary Ginanjar Agustian – sang empunya ESQ – mencermati situasi sulit saat ini di tengah pandemic covid-19 yang tidak hanya memengaruhi kondisi sosial kita namun lamat namun pasti juga meluluhlantahkan kondisi ekonomi tanpa mengenal strata – atas, menengah maupun bawah – walau tentu yang paling rentan terdampak adalah mereka yang berada di lapisan bawah.

Kembali kepada soal diawal, pertanyaan itu menjurus pada cara pandang – melihat sesuatu – Mata lebah akan selalu melihat bunga walaupun berada di tumpukan sampah. Sebaliknya pandangan Mata Lalat akan selalu melihat sampah walau berada di tempat berbunga. Dengan kata lain erat kaitannya dengan paradigma, tolok ukur dan cara berpikir. Terkadang dalam situasi sulit pandangan kita berfokus – menariknya pada hal sulit – sehingga Tindakan yang lahir adalah Tindakan negative. Padahal adil itu harus lahir sejak dalam pikiran bukan dalam Tindakan. Pilihan sejatinya selalu terbuka, hanya kecondongan memilih jalur yang sulit itu membuat Langkah yang semestinya mampu dikendalikan menjadi ambyar dan tergerus menuju Tindakan yang salah arah atau kelewat batas. Nyinyir mungkin salah satunya, bagaimana otak mereprodusir citra yang negative ditengah situasi sulit atau bahkan dalam situasi terpuji sekalipun.

Oleh sebab itu penekanannya ada pada pentingnya mengubah pola pikir. Ada 2 (dua) hal yang menurut saya relevan dalam hal ini :

Pertama dengan merujuk pada QS. Ar-Raad : ayat 13 tentang bagaimana Tuhan tidak akan mengubah nasib sesuatu kaum tanpa ada keinginan dari kaum itu untuk mengubah jiwa/nasibnya sendiri. Keinginan untuk melakukan perubahan ini dimulai sejak dalam pikiran – paradigma – bagaimana melihat, menilai dan menyimpukan setiap kejadian. Tanpa adanya perubahan pola berpikir mustahil muncul Tindakan yang tepat. Seperti layaknya mata lebah tadi, walau hadir diantara setumpukan sampah yang kotor dan bau pandangannya akan tertuju pada putik-putik bunga yang indah dah mewangi. Dalam setiap situasi tersulitpun akan selalu hadir hikmah dan jalan keluar terbaik (walau mungkin jalan keluarnya berbeda dari keinginan).

 

Diantara derita akan ada tawa

Diantara Bahagia pasti ada luka

Mengapa resah, Usahlah gelisah

 

Demikian penggalan bait lirik pada sebuah lagu Achmad Albar tahun 1996. Lagu itu ada dalam album Kendali Dendam, diciptakan oleh Ian Antono dan lirik ditulis Ali Akbar – nama terakhir ini kini aktif sebagai tokoh di salah satu Partai Politik berlambang matahari biru.

 

Kedua adalah tulisan Henry Manampiring dalam bukunya Filosofi Teras dengan merujuk pada cara hidup kaum Stoa (disebut stoisisme). Menarik menyebut buku ini sebab banyak hal relevan seperti titik tekan perhatian yang berpusat pada diri sendiri. Ia (atau filsafat teras) seringkali menyebutkan bahwa hal-hal diluar kendali kita adalah hal-hal eksternal yang tidak mungkin dapat diubah. Hal-hal eksternal yang acapkali mengganggu amat sangat bergantung pada bagaimana cara kita meresponnya. Hal-hal eksternal ini bersifat netral; tidak baik juga tidak buruk. Pemaknaan kita terhadap hal-hal itu yang justru kemudian membuatnya baik atau buruk. Oleh sebab itu daripada berfokus pada hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan, maka ubahlah lebih dahulu cara berpikir dan berfokus pada hal yang sepenuhnya menjadi kuasa kita untuk dikendalikan. Hal-hal yang menjadi kendali kita itu adalah respon kita terhadap setiap kejadian – pemaknaan – terhadap peristiwa. Contoh sederhana adalah nyinyiran netizen pada anda, apakah itu ada dalam kendali anda? Tentu tidak, mereka bebas berpendapat dan membully atau sebaliknya memuji anda. Itu hak mereka bukan? Kendali anda adalah apa yang bisa anda lakukan – tulisan anda di medsos –  dan  bagaimana anda bereaksi sesudahnya. Anda marah atau tidak, anda senang dan tersanjung atau sebaliknya adalah pilihan bebas yang murni menjadi control anda. Maka pikiran yang baik akan menuntun anda pada Tindakan atau reaksi yang tepat pula.

Hal yang sama juga terjadi pada situasi sulit saat ini, dimana pembatasan sosial diberlakukan. Aktivitas ekonomi terhambat, dilokalisir sebatas lingkungan rumah – paling jauh seputaran komplek dimana kita tinggal. Kondisi ini membawa dampak secara sosial, ekonomi bahkan psikologis. Secara sosial jelas ruang lingkup kita terbatas, sisi ekonomi berdampak pada berkurangnya pendapatan dan bahkan pada beberapa kasus di masyarakat tidak sekedar berkurang namun menghilangnya pendapatan yang kemudian memunculkan kelas-kelas masyarakat miskin baru. Problem ini jika tidak dengan segera diatasi akan membawa pada resesi berkepanjangan. Lalu yang terakhir adalah dampaknya pada sisi psikologis; bagaimanapun juga kita adalah makhluk sosial yang terus bergerak dan beraktualisasi dalam lingkungan yang luas. Pepatah mengatakan ‘jika tidak ingin mati, maka teruslah bergerak’. Bergerak disini tentu mensyaratkan adanya proses dinamika yang berkelanjutkan – cipta mencipta, memberi menerima, dan berkomunikasi – pendek kata adalah interaksi sosial. Kenyataannya saat ini proses itu sementara ‘dirumahkan’ dan dilokalisasi. Kondisi ini tentu membawa dampak psikologis; stress adalah salah satunya.

 

Hayalan hanya impian belaka

Nafsu dan murka bawa bencana

-Hujan-

 

Janganlah memandangku lebih tinggi

Bergelimang harta dan kesenangan

Karena smua takkan ada tanpa usaha dan jerih payahku

-Jangan Bedakan Kami-

 

Dua penggalan lirik lagu diatas serasa mewakili. Bagian pertama adalah penghujung lagu berjudul Hujan. Pertama kali lagu indah ini disenandungkan Grace Simon, kemudian muncul lagi pada album Duo Kribo dengan akustik yang lebih kental dan terakhir di tahun 1995 kembali dinyanyikan secara solo oleh Achmad Albar pada album Jangan Ada Luka Bersama Nicky Astria. Sementara yang kedua adalah refrain lagu berjudul Jangan Bedakan Kami, karya Andy Ayunir dan liriknya di tulis oleh Yudhie NH dalam album Pakar Rock. Oya turut berduka cita sedalam-dalamnya, karena tepat tanggal 23 April 2020 kemarin composer, keyboardis sekaligus penggiat music digital Andy Ayunir telah mendahului kita dan berpulang kehariban-Nya. Semoga beliau ditempatkan di tempat terbaik di sisi-Nya.

 

Langkah berlatih mengubah pola pikir

Seperti telah disebutkan diatas, banyak sisi positif dari Filsafat Teras. Relevansinya ada pada tekhnik-tekhnik yang dapat diterapkan sebagai Latihan. Seperti pada Langkah-langkah yang dapat dilakukan disaat mulai merasakan emosi dan pikiran negative dengen menerapkan tekhnik S-T-A-R (Stop, Think & Assess, Respond)

  1. STOP ; Ketika pola piker menjurus pada hal negative, maka yang perlu dilakukan adalah diam. Sejenak menurunkan rutinitas tentu tidak membuat dunia runtuh bukan. Time Out istilahnya; berhenti sejenak agar tidak menjadi larut dalam kekalutan dan hal ceroboh lainnya karena salah menyimpulkan
  2. THINK & ASSESS ; adalah Langkah berikutnya setelah rehat seperti di bagian pertama, kemudian kita melakukan pikir ulang dan menilai apa yang menjadi pemahaman kita sebelumnya. Dalam hal ini kemampuan berpikir rasional menjadi modal untuk mengalihkan emosi dan pikiran negative. Langkah ini dibarengi dengan melakukan penilaian kedalam (assessment) apakah kita telah mampu memisahkan fakta objektif (hal-hal diluar kendali kita/eksternal) dari interpretasi/value judgement kita sendiri? Dalam istilah agama dikenal istilah Ibda Binafsik, yang kurang lebih memiliki pengertian untuk melakukan penelahaan kedalam diri – bermuhasabah – kontemplasi menemukan akarnya kedalam.
  1. RESPOND ; setelah menurunkan tensi pada bagian pertama, kemudian melakukan olah pikiran dan melakukan penilaian – ibda binafsik – maka selanjutnya adalah respon rasional, bisa dalam bentuk ucapan maupun Tindakan.

 

Langkah ini belum berhasil saya lakukan, dalam artian masih dalam tahap Latihan dan mencoba secara terus menerus. Perubahan setidaknya terasa dari sikap yang kemudian muncul. Kontras dengan sikap sebelumnya yang cenderung reaktif dan negative (marah, mengumpat dan sejenisnya). Tidak ada metode yang sempurna, pola dan Latihan lain sebagai pelengkap tentu menjadi sarana pengolahan dan perubahan menuju arah yang lebih baik. Apalagi di bulan  Ramadhan – bagi ummat muslim – yang banyak mensyaratkan Latihan kesabaran, kepekaan sosial dan kontemplasi – muhasabah – sebagai bentuk pembersihan kekotoran hati dan pikiran [].

 

Mengapa semua berkejaran dalam bising

Mengapa Sejuta wajah engkau libatkan

Dalam himpitan kegelisahan

Adakah hari esok Makmur Sentosa

-Balada Sejuta Wajah-



Leave a comment

About Me

Seorang pembelajar yang senantiasa ingin terus bertumbuh. Kini berputra dan putri 3, ingin menjadi yang terbaik setidaknya dalam kapasitas nya itu. Semoga alam meluluskan dan memantaskan sesuai dengan yang dikehendaki

Newsletter